Posted by: beibitta | May 29, 2010

ceritanya sih feature, tapi..

Surutnya Pesona Si Zebra Kini

Jumat pagi sekitar pukul setengah sepuluhan, ku putuskan untuk menyetop angkutan umum jalur zebra di depan gang. Inilah satu-satunya angkutan umum, sebut saja dengan angkot zebra, yang mencapai daerah minomartani. Grogi sekali rasanya menaiki angkot zebra ini untuk pertama kalinya setelah menjadi mahasiswi. Yah, mengendarai motor menjadi pilihanku ketika aku berhasil mendapatkan surat ijin mengemudi. Sejak itu, aku terlena oleh nikmatnya hembusan angin yang mengenai wajahku dikala mengendarai motor. Sungguh tidak terbayangkan pagi ini aku bisa kembali menaiki angkot zebra yang kini telah banyak berubah.

Pagi itu aku menjadi penumpangnya yang pertama. Cukup lama si zebra mendapatkan penumpang berikutnya. Jauh meninggalkan rumahku yang terletak di utara, mulai naiklah satu-persatu penumpang dari berbagai kawasan yang ada di minomartani dan sekitarnya. Tiba-tiba suasana angkot yang tadinya sepi menjadi sedikit meriah akibat teriakan ibu berjilbab yang duduk di samping pak supir. Ternyata eh ternyata, ibu tadi memanggil wanita berambut sebahu yang hendak menaiki angkot. Tanpa basa-basi ibu tadi duduk bersama ibu berjilbab di kursi depan dan mengobrol dengan asyiknya. Walau tidak mengetahui jelas apa hubungan yang terjalin diantara mereka, dari perbincangan mereka dapat diketahui bahwa mungkin saja mereka hidup bertetangga ataupun telah berkawan lama. Setelah ibu berambut sebahu turun, rupanya ibu berjilbab tidak lantas terdiam tanpa adanya lawan bicara. Seketika, ibu itu mengajak ngobrol supir angkot. Dari situ penumpang lainnya pun tampak berani memulai percakapan dengan orang disampingnya. Interaksi seperti itu sangat wajar terjadi di dalam angkutan umum dalam kota. Apalagi jika angkutan tersebut melewati area perumahan-perumahan. Tak jarang mereka bertemu dengan orang yang dikenalnya di angkutan umum.  Asal tahu saja, tetangga aku ada beberapa juga yang menjadi supir angkot jalur zebra. Dengan begitu, tarif antar tetangga terkadang berlaku.

Setelah aku sadari, ternyata semua penumpang zebra berjenis kelamin perempuan ditambah seorang balita lelaki di dalam angkot tersebut. Bagaimana hal itu bisa terjadi? Apakah kini para lelaki merasa gengsi menaiki angkutan umum? Belum ada studi kasus yang mengarah kesana. Mungkin saja kaum perempuan jaman sekarang lebih mandiri dan bebas menentukan sikap sehingga ketergantungan terhadap kaum lelaki sudah jauh berkurang. Keadaan pagi itu mengalami beberapa perbedaan kala terik matahari kian menyengat. Siang pukul sebelas lebih seperempatan, tak ada jalan lain selain naik si zebra lagi. Tak membutuhkan waktu lama bagiku mendapatinya. Praktis saja ku duduk di kursi tempatku semula duduk di pagi harinya. Karena dari sudut inilah kita bisa bebas mengamati tingkah laku penumpang angkutan umum. Masih banyak kursi kosong menanti diduduki calon penumpang zebra. Kebetulan aku naik berbarengan dengan seorang siswa yang lebih memilih untuk duduk di depan. Setelah melalui bunderan UGM, naik satu penumpang laki-laki berumur sekitar setengah abad-an yang mengenakan kacamata hitam trendi keluaran masa kini. Ia masuk perlahan sembari dituntun agar langkahnya kokoh menuju kursi kosong disebelah temanku. Saat itu juga ku ketahui bahwa ia adalah seorang tuna netra. Cukup lama kupandangi pria itu dari kepala hingga kaki. Rapih menjadi kata yang cukup tepat untuk menggambarkan keadaannya saat itu. Memakai peci hitam berpadukan kemeja batik dan sepatu hitam model vantovel. Terlihat pula jam tangan berukir menempel di tangan kirinya. Dalam hati aku bertanya, “Bagaimana cara Bapak itu mengetahui arah jarum jamnya mengarah ke angka berapa?” Sedangkan dimana dia akan turun pun belum tentu tahu lokasinya. Setelah larut dalam imajinasi tentang beberapa kemungkinan jawaban akan pertanyaan-pertanyaanku tadi, kurasakan suasana angkot yang sangat sepi. Tanpa suara obrolan para penumpang di dalamnya. Siswa yang masuk bersamaan denganku terlihat sedang serius membaca buku pelajaran. Yang lain sepertinya hanya memikirkan kapan mereka akan turun dari zebra ini. Sepuluh menit berlalu, sampailah aku di depan gang rumahku. Pria tuna netra tadi ternyata turun bersamaku. Setelah sebelumya ia berusaha menelpon seseorang untuk menjemputnya setelah tiba di suatu lokasi. Terlihat bahwa sebenarnya ia kesusahan untuk mengoperasikan sebuah telepon genggam. Ia harus bertanya kesana kemari untuk meminta bantuan. Senangnya hatiku bisa melakukan hal yang baik hari ini dengan membantunya turun dari angkot dan memastikan keadaannya baik-baik saja setelah aku pergi. Aku beritahukan tempat dimana kini ia berdiri. Jadi ketika seseorang menelponnya, bapak itu tidak perlu kesusahan lagi menanyakan lokasi pada orang lain.

Keadaan sewaktu-waktu bisa berubah. Termasuk keadaan angkutan umum sekarang ini. Orang-orang lebih memilih untuk berkendara dengan kendaraan pribadi. Zebra yang telah kunaiki sejak aku duduk di bangku sekolah dasar, tak lagi berjubelan penumpang. Tarif zebra tampaknya tak lagi bersahabat dengan kantongku. Dulu hanya dengan uang dua ratus rupiah, aku bisa pulang dengan selamat dari SD Ungaran III yang ada di Kota baru. Kini uang tiga ribu rupiah harus rela kukeluarkan untuk bisa sampai samping RS.Panti Rapih. Dihitung-hitung, lebih menguntungkan naik motor ketimbang angkutan umum. Walau begitu sarana transportasi seperti si zebra akan terus bermanfaat bagi orang-orang yang meminatinya. Sesekali naik angkutan umum juga perlu untuk menyehatkan hati kita. Banyak hal-hal baik bermula dari pengalaman yang tak biasa.


Leave a comment

Categories