Tak semudah yang di bayangkan
“pasar….. pasar… stasiun… stasiun….. kampus… kampus…”. Seperti yang kita tahu dengan teriakanlah pak kondektur mengundang calon penumpangnya, agar mereka mengetahui dengan menaiki bus tersebut tempat tujuannya dapat tercapai. Sesekali pak kondektur mengusap keringatnya yang mengucur karena cuaca sedang panas. “ pasar… pasar… “ teriakan sang kondektur yang mengingatkan pada penumpang. Lalu nenek yang duduk disamping depan saya tampak mempersiapkan diri untuk turun “ Dek, kiri…. kiri…” nenek tersebut meneriaki pak supir, agar menghentikan laju bisnya.
Ketika ada tiga penumpang nenek yang membawa barang bawaan yang banyak. Tentunya tugas pak kondektur membantu memasukkan barang- barang milik penumpang tersebut. Kemudian jika pak kondektur telah menyelesaikan tugasnya tentunya dia harus memberi kode pada sang supir. Jika anda mencoba sekali- kali menaiki bus, pasti anda akan mendengar kode sang kondektur pada sang supir dengan mengucapkan ”anggur…anggur…..” itulah yang anda dengarkan ketika ada penumpang yang berusia lanjut naik maupun turun. Jika anda amati kerja sang kondektur, pastilah tidak semudah yang anda bayangkan. karena selain harus berteriak- teriak kepada setiap ada orang dipinggir jalan, mengangkat barang- barang penumpang yang kadang sampai berkarung- karung, harus mengingat uang siapakah kembalian yang harus dia berikan, harus memberikan kode ada dimanakah sekarang kita berada, memberikan keyakinan kepada calon penumpang kalau tujuannya bisa sampai dengan menaiki bisnya, memberikan informasi kepada sang supir apakah jalur bus yang sama menyusul busnya atau tidak dan ketika sampai tujuan penumpang dia juga harus menurunkan kembali barang- barang penumpang yang kadang banyak sekali. Tapi tidak semua pak kondektur melakukan hal yang sama seperti yang dibahas. Bahkan ada pak kondektur yang merokok dalam bis, tidak mengembalikan uang kembalian walaupun hanya Rp 500.00, mengambil kesempatan jika ada penumpang wanita naik maupun turun, dan ketika nenek- nenek mau turun maupun naik tidak dibantu oleh sang kondektur. Ada satu lagi, jika dicium dari baunya. Apakah mungkin pak kondektur tidak mandi ya ? karena setiap mereka menelusuri isle pasti tercium bau yang kurang sedap.
Ketika sampai SMPN 1 Yogyakarta, pak kondektur berteriak “ panti rapih….. rapih…. mirota…. mirota…”. Ketiga nenek yang berada di dalam bus bersama saya tampak bersiap- siap untuk turun, dan salah satu nenek mengingatkan kepada pak kondektur untuk membantu menurunkan barang bawaan mereka. Tapi pak kondektur tidak naik lagi ke bis, namun dia menunngu bis memutari wilayah UGM di samping Panti Rapih. Itu merupakan hal biasa. Selain pak kondektur bisa beristirahat, dia juga bisa mengamati bis jalur 2 lainnya yang masuk wilayah UGM. Sehingga dia dapat mengetahui posisi bisnya diantara bis- bis jalur 2 yang lainnya.